Latest Posts


Kekwa! Alami Mimpimu : Theatre

Saya pernah ikut ekstrakulikuler teater saat masih belajar di SMN N 6 Yogyakarta (6C), tapi tidak pernah ingin main, padahal ikut latihan juga, dan suka kalo bikin alur cerita.  Suatu hari Saya lihat poster audisi Kekwa ini, dan melihat temanya. Rasa-rasanya ini Saya banget deh, temanya tentang perjuangan penyelamatan lingkungan. Udah itu sudah cukup membuat Saya tertarik. Dalam 3 hari audisi, butuh 2 hari bagi Saya untuk kabur dari rasa ketakutan dan keraguan untuk ikut audisi. Ini pertama kalinya, belum ada pengalaman acting di panggung, mikir ini dan itu, sampai di hari ke 3 Saya bangun pagi melihat sebuah quote dari Nelson Mandela 



"May your choicess reflecs your hopes, not your fears" 


ngena banget ini. 
Bangun, mandi, berangkat! Di jalan Saya memutuskan untuk tidak berfikir tentang audisi, tujuannya hanya ke GOR Klebengan, tempat audisi berlangsung. Sampai di Gor Saya mendapati diri Saya mulai cengengesan karena grogi. Sempat beberapa menit menunggu sambil berusaha menghafalkan text yang diberikan, It's ok lah harus audisi pokoknya. Saat nama Saya dipanggil, entah kenapa keberanian Saya berbekal (bodo amat, pokoknya ga boleh menyesal krn mundur) membuat Saya melangkah berani masuk ke ruang audisi. Satu hal yang pasti, Saya minus dan ga begitu bisa melihat wajah para juri. Tapi Saya tau di sana ada mbak Lani (Frau) duduk sebagai juri yang tersenyum melihat Saya masuk. aaaah penyelamat jiwa! Dari situ Saya mencoba lebih menikmati prosedur audisi, dimana Saya disuruh beracting, menyanyi dan menari sambil nyanyi-nyanyi. (hihihi)
Beberapa hari kemudian, Saya dikabarkan masuk dalam Kekwa show! SUPER SENENG. 


Dan dari sinilah semua hubungan baru kekeluargaan dimulai..
Latihannya dimulai November sedangkan pentasnya akhir Desember. 2 bulan yang penuh tantangan. Saya ditunjuk untuk menjadi tokoh Gurutibi, seorang anak kepala suku dari Desa Aiduma. Gurutibi adalah sosok remaja yang sangat menyukai hal-hal berbau lingkungan. Ia mempelajari ilmu baru dari temannya, Amate yang kutu buku. Memang kondisi di Desanya masih memungkinkan Gurutibi untuk melihat tumbuhan, tapi tidak banyak. Desa Aiduma adalah desa penjaga air, sedangkan Desa tetangganya bernama Desa Amungwa, penjawa minyak. Kedua desa ini dahulu kala bernama desa Amungduma, memilih berpisah karena mempunyai keyakinan yang berbeda untuk hidup. 

Menjaga air, atau minyak ?

Gurutibi bukanlah orang yang mudah terbawa arus. Walaupun memiliki rasa penasaran yang besar, terutama tentang alam dan lingkungan, Ia berfikir logis. 
Ia juga merupakan kakak dari Danum. Danum merupakan sahabat Kekwa, dan juga anak terpilih yang dapat membuat sebuah pohon keramat bernama Te Ao bersinar terang. Permasalahan dimulai ketika barter antar Desa Amungwa dan Desa Aiduma mulai terasa tidak adil bagi penjaga minyak, desa Amungwa. Namun apa mau dikata, ketersediaan air memang sudah menipis. Tua Aiduma sendiri sudah mengetahui dampak dari permasalahan ini, dan mencoba mencari jalan keluar. Ditambah kondisi kesehatan Danum yang semakin lemah ketika air semakin menipis, membuatnya lebih khawatir. Sebagai kakak, Gurutibipun tak bisa tinggal diam, tapi apakah yang harus dilakukan?

Persediaan air hampir habis, dan kemunculan legenda Te Ao

"Danum bercerita padaku tentang Te Ao"
"Ia bermimpi bertemu Te Ao, dan Te Ao bercahaya!"
"Aku yakin Ta Ao dapat menyembuhkan Danum"

Kekwa begitu dengan segera mempercayai cerita tentang Ta Ao ini, membuat warga yang lebih dewasa meremehkannya, ini adalah sebuah legenda kuno yang tidak jelas kebenarannya. Namun Kekwa tetap yakin akan kebenaran mimpi Danum. Legenda ini kemudian mulai menerangi keputusasaan warga desa ketika Amate mengingat catatan kuno tentang Ta Ao yang pernah dibacanya. Tidak meyakinkan memang, namun menurut Amate tanda-tanda mimpi Danum menunjukkan bahwa ia memang anak yang terpilih. Te Ao akan bersinar di tangan yang terpilih! Sebuah rapatpun digelar untuk membahas kelanjutan dari legenda ini, bagaimana kita akan menemukan Ta Ao yang sudah musnah? Bagaimana kita dapat menyelamatkan air, dan menyembuhkan kesehatan Danum?

"Om Apangsingik punya mesin waktu"

Lagi-lagi Kekwa berhasil membuat keheningan rapat terpecah. Mesin waktu? Bagaimana mungkin kita menjelajah waktu, memangnya kita bisa membawa Ta Ao dari masa lalu?
Di sinilah Gurutibi mencoba meluruskan pikiran peserta rapat, ini tidak logis!  Terkaget-kagetlah ia ketika Ayahnya, Tua Aiduma menugaskannya ikut ke dalam misi penjelajahan waktu bersama juga dengan Amate.
Bukan tidak mau pergi, karena dengan menjelajahi waktu berarti bisa menyelamatkan Danum, dan Te Ao, juga air. Tapi.... ini hanya berdasar mimpi! Ini tidak logis! Bagaimana mungkin?


Penjelajahan Waktu !


Scene Keberangkatan 

Scene Tim Penjelajah sampai di Masa Lalu
Foto-foto luar biasa dari Dwi Oblo ini Saya kutip dari ulasan mengenai Kekwa oleh Ibu Aisyah Hilal di National Geographic yang juga hadir menonton Kekwa bersama buah hatinya. See the article about Kekwa


Actor Kekwa & Kekwa Show Tim

Diwa Hutomo as Tua Aiduma & Me as Gurutibi
credit : @wildan_zufar
Norman Edra as Kekwa
R.Aj.Aaliyah Diaz Safira as Danum
Alex Suhendra as Apangsingik
Luise Najib as Lasukmala ; credit : Dwi Oblo
other : 
Asto Tunas Bawono, Tazkia Ghazani, Nantyo Bima Adhi Wicaksana, Nilam SyaifulJesslyn Chang, Irza Wahyu Rahmawati, Azalia Mirabel, Riris Irawati, Rahadyan Syahirul Alim, Nisa Ramadani, Marcella Citra, M. Imam Bahri, Luise Aminah Najib, Jamaluddin Latif, Helga Natasha Kasih Suukyi, Diwa Hutomo, Afra Imani N Citra Widya Saputri, Azizah Nayanda Fadhilah, Aurelia Citta, dan Clara Shinta Dea Ananda Rosalie.

Tim :
Sutradara : Budi ND. Dharmawan
Asisten Sutradara : Theodorus Christanto
Stage Manager : Yana Dharmawan
Artistik : Dian Mayangsari & team
Musik : Charlie Meliala
Lighting : Banjar & Dwi Novianto
Costum : Attina Rizqiana & team
Make up : Vidyahana Sinaga
Script : Andre, Irfan Darajat, Leilani Hermiasih

After the show

Kekwa Family


Saya merasa sangat beruntung bisa ada di keluarga Kekwa show, bersyukur acara sangat sukses dan melihat banyak orang ikut terinspirasi dari tema penyelamatan lingkungan ini. Terutama karena bisa memberikan pertunjukan yang ramah bagi anak-anak. Pokoknya, Kekwa adalah penutup 2015 terbaik bagi Saya pribadi. 



Review 














Super Moms! Ibu-ibu dari aktor anak kekwa


Articles about Kekwa :
  1. http://hot.detik.com/read/2015/12/28/093928/3105203/1059/pertunjukan-kekwa-alami-mimpimu-respons-minimnya-hiburan-edukatif-anak-anak
  2. http://hot.detik.com/read/2015/12/21/181740/3101622/1059/pentas-teater-kekwa-juga-ajak-penonton-adopsi-pohon
  3. http://hot.detik.com/read/2015/12/21/163505/3101469/1059/pertunjukan-kekwa-alami-mimpimu-ajak-pemain-anak-anak
  4. http://hot.detik.com/read/2015/12/01/145335/3085035/1059/pertunjukan-teater-kekwa-digelar-akhir-desember
  5. http://www.kekwa.net/
  6. http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/01/alami-mimpimu-dalam-jelajah-waktu-kekwa/12






Di post sebelumnya tentang potensi alam di Tanjung Batu , Saya membahas beberapa potensi alam yang menggiurkan. Pada tulisan kali ini, pembahasannya lebih kepada aktivitas masyaraka di sana. Bagi wisatawan yang mau ke Pulau Derawan, atau Pulau Maratua pasti lewat Tanjung Batu, makanya sayang banget kalau dilewatkan.

Bak Adat

Kehidupan modern dan tradisi terkadang bisa menjadi dua hal yang berdampingan atau berlawanan. Bagi masyarakat Tanjung Batu, khususnya Suku Bajau, tradisi harus tetap dilestarikan secara turun temurun agar arwah leluhur senantiasa melindungi generasi penerusnya.
Salah satu tradisi yang masih dijaga hingga sekarang adalah Bak Adat, atau ritual pemanggil arwah leluhur. Ritual ini diadakan setiap ada musibah atau penyakit yang menimpa keturunan suku Bajau. Tata cara ritual ini dilakukan selama empat hari dengan mempersembahkan sesajen kepada arwah leluhur yang dipangi kembali lewat tarian dan iringan musik khas suku Bajau.

Sesajen yang disediakan saat Bak Adat

Di hari terakhir, keluarga penyelenggara berkumpul sejak pagi untuk melakukan prosesi bekamuk bohe (Meminta/mengambil air) dan penyiraman air sesaat memasuki rumah. Prosesi berlanjut dengan membawa seluruh sesajen ke pantai. Sesampainya di dermaga, dilakukan proses memutari dermaga sebanyak depalan kali. Sesajen ini kemudian dilepas ke laut dengan perahu kecil yang sudah dihias khusus.

Prosesi Bekamuk Bohe
Prosesi Melepas Sesajen
Perahu yang dihias


Masyarakat suku Bajau percaya bahwa mereka akan mendapatkan teguran jika ada hidangan sesajen yang terlupakan, dan prosesi ini dimaksudkan untuk memberi makan kepada hantu laut yang dianggap merupakan perwujudan dari arwah leluhur mereka.

Igalan

Dengan menari, masyarakat Indonesia menggambarkan keindahan dan kekuatan alam semesta untuk mengekspresikannya dalam bentuk gerakan berisikan pesan-pesan yang indah. Oleh suku Bajau, gerakan burung Linggisan diadopsi sebagai sebuah tarian bernama Igalan.
Pementasan tarian Igalan hanya dikhususkan pada acara adat suku Bajau seperti pesta pernikahan, penyambutan tamu, dan peringatan hari jadi kampung Tanjung Batu. Seluruh pengisi acara adatnyapun hanya berasal dari warga keturunan suku Bajau.


Gerakan Tari Igalan
Ibu Sainah merupakan sosok yang berjasa dalam pelestarian kesenian di Tanjung Batu. Seorang Ibu yang begitu mencintai budaya dan turut berjuang dalam aktifitas sosial ini mulai melatih tari sejak tahun 2008. Kegigihannya dalam melestarikan seni tari suku Bajau secara perlahan telah membuahkan hasil yang baik, terutama pada keberlangsungan budaya suku Bajau di Tanjung Batu. Harapannya adalah Tanjung Batu menjadi salah satu tujuan wisata budaya bagi para turis.

Bapak Kepala Desa, Ibu Sainah, pemain musik dan tim Penari Igalan

Ibu Sainah Memainkan Alat Musik Kolintang

Alat Musik Pengiring Tarian Igalan

Gerakan dan musik yang tercipta berakar dari nenek moyang suku Bajau yang berasal dari Filipina.
Gerakannya Menyerupai Gerakan Burung

Makanan Khas 

Perkembangan pariwisata yang pesat membuat masyarakat Tanjung Batu berlomba-lomba untuk melakukan inovasi dalam kebutuhan pangan. Greget, Keminting dan Kue Sarang Semut merupakan contoh kue tradisional khas Tanjung Batu yang tengah melebarkan sayapnya. Saya berkesempatan melihat proses pembuatan kue, membuat design kemasan dan logo kedua kue ini.

Kue Greget dan Keminting (Kue Perijjak yang dalam bahasa Bajau berarti kemiri) merupakan kue yang disajikan saat prosesi upacara adat seperti pernikahan dan selamatan suku Bajau. Seluruh proses pembuatan kue dilakukan secara manual oleh Ibu Sainah. 

  • Bahan Baku Kue Greget :
Tepung, gula merah, kelapa parut, tepung tapioka, adas manis, dan sagu.

  • Bahan Baku Kue Keminting :
Telur, susu, gula merah, tepung tapioka, dan minyak goreng.


Proses Pembuatan Kue Keminting

Alat Pembuat Kue Keminting

Kue Greget

Hasil Pengemasan dan Logo Kue


Kue Sarang Semut



Kue Sarang Semut

Proses Pembuatan Kue Sarang Semut











Kuliah Kerja Nyata yang Saya jalani persiapannya lama, lembur, sampe masuk RS, dan berujung nangis waktu mau pulang saking terharunya. Drama happy ending? Iya.
Di sini Saya ga cerita up & downnya KKN Saya di Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur, tapi lebih ke sharing potensi yang ada di sana dari kacamata Saya.
Kebetulan, program kerja utama yang Saya kerjakan adalah membuat sebuah Tourism Guide Book, jadi muter-muter daerah Tanjung Batu dan survey adalah kegiatan utama Saya AKA JALAN-JALAN! (hahaha)

Banyak banget potensi yang bisa dikembangkan di Tanjung Batu, dan jujur saja ini memang pertama kalinya juga Saya menginjak tanah Kalimantan. Cara hidupnya berbeda, kondisi alam dan lingkungan juga jauh berbeda membuat Saya makin berapi-api. (burn)
Potensi alamnya luar biasa sih, dimulai dari bagaimana penduduk Tanjung Batu hidup sebagai warga pesisir pantai dan bertetangga dengan makhluk-makhluk (enak) di lautan. Jadi tim KKN kami dibantu oleh pengepul ikan (UD. Mutiara Jaya) dan sebuah organisasi bernama JALA. 2 kelompok ini memiliki tujuan yang sama, yaitu menerapkan nelayan untuk mencari ikan tanpa bom. Jelas karena itu merusak ekosistem di laut, dan ikan yang ditangkap juga uda ga seger, ga sehat. Dari seringnya main di gudang Ikan di UD. Mutiara Jaya ini, Saya jadi berkesempatan juga untuk membantu membuat album ikan, dimana modelnya banyak ikan-ikan seger gituh.

Album Ikan
Album Ikan

Album Ikan UD. Mutiara Jaya
Bangga sama Indonesia, beneran deh.

Kepiting Rajungan Siap Makan 1 tong Besar

Selain memancing dengan alat pancing pada umumnya, di sana juga ada istilah Bagan. Jadi bagan itu semacam struktur yang dibangun di tengah laut dimana ada jala dalam bentuk lebih lebar dipasang, gunanya untuk memancing ikan secara lebih besar juga. Jadi memang ga setiap hari bisa dapat ikan langsung banyak, proses ini butuh menunggu beberapa hari. Makanya di tiap bagan paling tidak ada rumah kuecil ukuran 2.5x1m gitu buat berteduh. 


Bagan


Kuda laut yang ikut terjaring dijadikan gantungan sama nelayannya.
Ini lucu banget, kapal buatan dari sterofoam

Ikan memang jadi makanan utama di sana, beda dengan di Jawa yang kebanyakan orang makannya daging ayam, sapi atau bebek. Karena memang sejak kecil makanannya seafood, Saya sih memang lebih suka makan ikan laut. Makan cumi-cumi tiap hari pake sambel yang wooow nikmat banget.

Lebih bahagianya lagi, di Tanjung Batu juga ada tempat penangkaran Lobster. Lobster yang ditangkap di Pulau Derawan, dibudidaya dulu di Tanjung Batu. Kebanyakan pesanan untuk hotel-hotel berbintang di Jakarta, mulai dari lobster bambu, lobster Pakistan, Udan Ronggeng sampai Lobster Mutiara yang paling mahal ada di sini. Paling tidak ya untuk lobster Mutiara siap kirim harganya bisa sampai minimal 1,8 - 2 juta per ekor. Lobster = Makanan penuh gengsi hehe
Dikasih? Ya Iyaaa, waktu itu dikasih lobster bambu terus dimasak sederhana jadi sup, ENAK.



Perbandingan Ukuran Lobster Mutiara 

Move on dululah ya sama yang bikin laper, ngomongin budidaya di Tanjung Batu ada gerakan usaha rumahan yang sedang berkembang juga, yaitu budidaya rumput laut. Ini asik juga, karena Saya sempat ikut proses menanam bibit rumput laut di tengah laut. Padahal ga bisa berenang, tapi pengalaman ini luar byasak. Kira-kira minimal 1 kilo dari bibir pantai, ada untaian tali kasih buatan ibu-ibu yang dipakai untuk menali si bibit rumput laut. Jadi lumayanlah ngisi kebosanan karena di sana ga ada listrik di siang hari, ga bisa nonton tipi. Ibu-ibu ini sekaligus dapat pendapatan tambahan dari pekerjaan tali menali ini. Akhirnya budidaya rumput laut jadi salah satu penghasilan masyarakat Tanjung Batu deh. 

Bibit Rumput Laut diikat satu persatu
Harus sabar, makanya pakai cinta


Pengalaman pertama nyebur di tengah laut tanpa alat dan ga bisa renang
Foto dibawah ini adalah hasil dari penjemuran bibit rumput laut yang sudah dipanen lalu dikeringkan. 

Rumput laut berwarna gelap (kanan) merupakan hasil penjemuran yang dilakukan selama 1 hari, (tengah) hari kedua dan (kiri) merupakan hasil akhir penjemuran yang telah berlangsung 3 hari. Rumput laut yang sudah siap kirim merupakan hasil penjemuran rumput laut yang telah berubah warna menjadi ungu dengan kondisi kering. Proses penjemuran sendiri membutuhkan bantuan sinar matahari, dan kontrol agar pengeringan terjadi secara merata.


Hasil proses pengeringan rumput laut

Kalau rumput laut dibudidaya dan tumbuh di lautan, tumbuhan satu ini tumbuh di bibir pantai. Tanjung Batu juga punya hutan Mangrove yang lebat loh. Untuk menjelajah, waktu terbaik adalah ketika laut surut, dan saat tenagamu cukup full. Jalannya berlumpur bro, dan luas. Hutan Mangrove di Tanjung Batu tumbuh secara alami, jadi memang medannya sulit dilalui. Ga ada jalan khusus yang dibuat, dan pohonnya tumbuh ga teratur. Beda dengan hutan buatan, tapi justru seninya di situ. Di bagian hutan yang lebat, tracknya lebih menantang. Kalau beruntung kita bisa liat anggrek liat tumbuh dan Proboscis monkey atau Bekantan. Kebetulan hutan mangrove (sisi utara Tanjung Batu) yang lebat ada di belakang rumah jadi kami lebih sering main ke sini. 
Hutan Mangrove di Tanjung Batu terdiri dari 3 jenis famili yang menyusun formasi hutan, yaitu Avicennia sp (tumbuh di zona proksimal, paling dekat dengan laut), Sonneratia sp (Zona middle, antara laut dengan darat), Rhizophora sp (Zona darat atau pasir berlumpur). Tumbuhan ini merupakan penahan abrasi dan bahan-bahan yang mencemari pantai.


Hutan Mangrove di sisi Utara (Belum cukup dalam uda lebat banget)

Hutan Mangrove di sisi Selatan Tanjung Batu lebih mudah dijelajah

Plus minus tetap ada, tapi datangnya bukan dari kondisi alamnya. Potensinya keindahan ini jadi kurang bersinar karena waktu kami datang ke Tanjung Batu, kondisi sampah di sana luar biasa tidak terkontrol. Kenapa? Karena tidak ada sistem pembuangan sampah. Lalu? ya sampahnya ada di mana-mana, dan ikut terbawa arus laut. Melihat hal itu, akhirnya tim KKN kami membuat sistem pembuangan sampah untuk Tanjung Batu. Rapat-membuat sistem-membuat ini itu- presentasi sampai deal! Terciptalah sistem pembuangan sampah bagi masyarakat Tanjung Batuu (alhamdulillah). Tim ini berhasil membuat sistem dari 0, mulai dari penyelesaian masalah titik sampah, fasilitas di titik pembuangan sampah, plang, sampai sistem management sampah dimana masyarakat muda di Tanjung Batu akhirnya ikut andil untuk bekerja sebagai penanggung jawab sampah. Sangat mengharukan untuk bisa ikut andil pada sebuah perkembangan suatu lokasi wisata, karena bagaimanapun permasalahan sampah bisa berdampak pada pariwisata. Go Tanjung Batu!


Tim yang berjuang keras untuk membuat sistem pembuangan sampah


Masih banyak potensi alamnya, tapi kita beralih ke potensi budayanya juga ya. Di posting berikut!

Bonus : Peta Stasiun Sampah dan Peta Tanjung Batu


Peta Stasiun Sampah Tanjung Batu

Peta Tanjung Batu